Istilah subtitling didefinisikan oleh Shuttlewort dan Cowie (dalam Spanakaki, 2007: 8) sebagai the process of providing synchronized captions for film or television dialogue. Kemudian, Baker (2001:247) mendefinisikan subtitling
sebagai “the
transcription of film or TV dialogue presented simultaneously on the screen”. Sementara itu, Neves (dalam Purnomo dan
Untari,2011: 2) mendefinisikan subtitling
sebagai proses konversi suara ke teks dari siaran televisi, internet, film,
video, CD-ROM, DVD, siaran langsung dan produksi lainnya yang ditampilkan di
layar monitor. Meskipun definisi-definisi subtitling
di atas tidak menyebutkan istilah ‘penerjemahan’, namun jika dikaitkan dengan
dunia film, subtitling bisa dipahami
sebagai suatu produk terjemahan karena subtitling
merupakan terjemahan tertulis dari dialog-dialog di dalam film tersebut.
Pada
akhirnya Szarkowska memiliki
definisi yang sedikit berbeda mengenai subtitling. Ia menyebutkan
bahwa:
subtitling is a
translation of the spoken source language dialogue into the target language in
the form of synchronized captions, usually at the bottom of the screen, in the
form that alters the source text to the least possible extent and enables the
target audience to experience the foreign and be aware of its ‘foreignness’ at
all times.
(http://translationjournal.net/journal/32film.htm)
Dari definisi
ini bisa disimpulkan bahwa subtitling
bertujuan supaya penonton merasakan pengalaman cerita sementara mendapatkan
pesan dalam bahasa sasaran secara bersamaan. Singkatnya, subtitling
menerjemahkan pengucapan dalam bahasa sumber atau bahasa lisan ke bahasa tulis
dalam bahasa sasaran.
Purnomo dan
Untari (2011: 5) menambahkan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara istilah subtitling dan subtitle. Subtitling
merujuk pada prosesnya sementara itu subtitle
merujuk pada produknya (versi tulis dari dialog film yang biasanya ditampilkan
di layar bagian bawah). Mereka menambahkan bahwasanya dalam subtitling, seseorang yang membuat subtitle disebut sebagai subtitler.
2 Jenis-jenis Subtitle
Gottlieb membedakan subtitle
menjadi dua jenis
yaitu:
a)
Intralinguistik
Merupakan bentuk subtitle
yang sesuai dengan bahasa asli.
Biasanya ditujukan untuk orang yang mempunyai gangguan pada pendengaran. Jenis subtitle
ini dikatakan bersifat vertikal karena hanya menuangkan informasi lisan ke
dalam bentuk teks tertulis, yaitu hanya berubah modenya dan bukan bahasanya.
b)
Interlinguistik
Jenis subtitle
ini melibatkan
dua bahasa, yaitu bahasa asli yang digunakan oleh aktor
dan bahasa sasaran atau terjemahannya. Jenis subtitle ini bersifat diagonal sebab penerjemah subtitle harus mentransfer informasi
lisan dari bahasa asing kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk teks bahasa sasaran sehingga terjadi
perubahan bentuk mode dan bahasa.
Sementara itu jika
dilihat dari segi teknisnya, O’Connell (2007:125-126) membagi subtitle
menjadi:
c)
Closed
subtitle
Jenis
subtitle ini muncul dalam teletext yang bersifat optional artinya
teks bisa
dimunculkan atau tidak tergantung kebutuhan pemirsa. Jenis ini digunakan untuk
memfasilitasi penyandang tunarungu atau sejenisnya untuk mendapatkan informasi.
Teks ini biasanya
dibuat menyesuaikan dengan kebutuhan khusus penyandang tuna rungu dan memasukkan
informasi-informasi tambahan sehingga subtitle
jenis ini cenderung lebih berupa ringkasan dengan beberapa penjelasan dibandingkan dengan subtitle biasa.
d)
Open
Subtitle
Jenis
subtilte ini
sering dijumpai pada film-film atau program televisi. Dikatakan open (terbuka) karena pemirsa tidak bisa menghilangkan teks tersebut atau
dengan kata lain, teks tersebut menyatu dengan film. Jenis ini digunakan untuk menerjemahkan
bahasa dalam film asing yang ditayangkan dalam bioskop atau televisi dengan trek
suara aslinya.
3.
Standarisasi Subtitle
Karamitloglou (1998)
menuliskan beberapa aturan dalam standardisasi
subtitle yang mengacu pada panduan subtitle
untuk produksi subtitle program
televisi di Eropa. Aturan-aturan tersebut diantaranya dijelaskan sebagai
berikut.
a.
Posisi pada layar
Teks
ditempatkan di bagian bawah layar sehingga tidak menutupi gambar. Baris
terendah setidaknya seperdua belas dari total tinggi layar. Posisi teks di
tengah bagian bawah.
b.
Segmentasi dan panjang baris
Penempatan
baris seharusnya proporsional antara baris atas dan bawah dan diusahakan
memiliki panjang yang sama karena pemirsa terbiasa membaca teks dengan bentuk
segi empat daripada segitiga.
c.
Jumlah baris
Maksimal
dua baris teks per tayang dengan menempati paling tidak dua per dua belas dari
total tinggi layar. Jika hanya terdiri dari satu baris, hendaknya diletakkan di
bagian bawah.
d.
Jumlah karakter per baris
Masing-masing
baris tak lebih dari 35 karakter huruf dan tanda baca untuk meminimalisasi
pengurangan pesan. Karakter yang sampai melebihi 40 karakter akan mempengaruhi legibility teks karena kemungkinan besar
ukuran huruf diperkecil.
e.
Durasi
Kecepatan
membaca rata-rata penonton (umur 14-65 dari
kalangan sosial menengah dan berpendidikan baik) dengan kerumitan teks
rata-rata antara 150-180 kata per menit sehingga perdetik sekitar dua atau tiga
kata. Ini berarti teks dua baris terdiri dari 14-16 kata yang membutuhkan waktu
setidaknya 5,5 detik. Sementara itu untuk teks satu baris rata-rata terdiri
dari 7-8 kata dan membutuhkan sekitar 3,5 detik per tayang.
f.
Tanda baca
Tanda
titik digunakan di setiap akhir ujaran karakter atau tokoh berbicara. Tanda
tanya (?) dan seru (!) digunakan untuk menunjukkan
pertanyaan dan perintah, seruan yang dikatakan oleh tokoh. Sementara itu tanda dash (-) digunakan sebelum masing-masing karakter berbicara. Biasanya ini
digunakan untuk teks yang berbentuk dialog dan melibatkan lebih dari satu
karakter. Selain tanda tersebut, tanda garis miring (/) juga bisa digunakan untuk tujuan yang sama.
g.
Bahasa lisan
Bahasa
lisan idealnya diterjemahkan dengan gaya yang sama untuk mendapatkan efek yang
sama namun penggabungan kalimat atau ujaran perlu dihindari karena bisa
mengganggu pemirsa selama image reading.
h.
Kategori faktor-faktor linguistik yang
bisa dihilangkan
1) padding expression
yaitu ekspresi yang hampir tidak memiliki muatan semantik dan kemunculannya
bersifat fungsional untuk mempertahankan alur ujaran yang wajar. Ekspresi ini
di antaranya adalah well, you know, as I say, dan sebagainya
2) Tautological cumulative
adjectives/adverbs, seperti great big,
super extra, teeny weeny di mana bagian pertama memiliki peran penekanan dan
bisa digabungkan menjadi satu kata yang sepadan menjadi huge, extremely dan tiny
3) responsive expression,
seperti yes, no, ok, please, thanks, thank you, sorry bisa dihilangkan dengan asumsi
ungkapan-ungkapan tersebut telah dikenal luas oleh sebagian masyarakat dunia
No comments:
Post a Comment